BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Masalah IUU Fishing ataupun yang lebih
umumnya dikenal adalah Illegal Fishing sebenarnya sudah menjadi masalah klasik.
Mengapa dikatakan klasik? karena telah ada dari zaman dulu masalah tersebut
seakan tidak ada habisnya. Hingga sekarang pun IUU fishing masih sulit untuk di
berantas. Berita penangkapan kapal asing oleh patroli kita, akhir-akhir ini
sering terdengar. Akan tetapi tetap masih saja ada kapal-kapal asing yang masuk
wilayah RI. Atau berita pengeboman ikan atau berita nelayan kita yang
menggunakan API terlarang.
Berarti apa yang telah dilakukan oleh
aparat penegak hukum kita selama beberapa periode waktu ini belum bisa membuat
jera bagi langganan pelaku IUU Fishing atau membuat takut mereka para calon pelaku
IUU Fishing. Apa yang salah dengan ini? Apakah hukuman yang diberikan terlalu
ringan?
1.2.
Rumusan Masalah
Masalah illegal fishing adalah masalah
kita bersama. Masalah tersebut tidak akan dapat teratasi ataupun terminimalisir
jika kita tidak berbenah diri. Salah satu cara untuk mengatasinya yaitu mungkin
dengan menambah armada kapal patroli kita, supaya kapal-kapal asing yang masuk
ke wilayah perairan kita yang melakukan illegal fishing bisa ditangkap ataupun
bisa dihancurkan kapal mereka.
Mengapa harus demikian? Karena masalah
illegal fishing menimbulkan kerugian yang amat sangat besar bagi Bangsa dan
Negara Indonesia. Berapa Triliunkah uang kita dicuri oleh Negara lain? Berapa
banyak sumberdaya alam kita dihancurkan dan dicuri oleh Negara lain?
1.3.
Maksud dan Tujuan
Maksud penulisan Makalah ini adalah
supaya masyarakat lebih mengetahui tentang masalah yang dihadapi Bangsa
Indonesia dalam hal ini masalah Illegal Fishing. Dan agar kita dapat pula
memaknai kekayaan alam yang telah Alloh ciptakan kepada kita, janganlah kita
mensia-siakan ataupun merusak alam kita (dalam hal ini merusak laut) baik
dengan menangkap ikan dengan bom ikan ataupun dengan cara lain yang dapat
merusak lingkungan. Maksud kedua yaitu dapat memenuhi tugas perkuliahan mata
kuliah pendidikan kewarganegaraan.
Adapun tujuannya adalah supaya pembaca
dapat mengerti apa yang dimaksud illegal fishing dan kenapa masalah tersebut
seakan tidak ada habisnya. Pembaca pula akan mengetahui daerah-daerah yang
sering menjadi sasaran empuk para kapal asing untuk mencuri ikan di wilayah
perairan nusantara.
BAB II
KELAUTAN INDONESIA
2.1. Potensi Kelautan
Sebagai negara maritim, Indonesia
menyimpan potensi kekayaan sumber daya kelautan yang belum dieksplorasi dan
dieksploitasi secara optimal, bahkan sebagian belum diketahui potensi yang
sebenarnya untuk itu perlu data yang lengkap, akurat sehingga laut sebagai
sumber daya alternatif yang dapat diperhitungkan pada masa mendatang akan
semakin berkembang. Dengan luas wilayah maritim Indonesia yang diperkirakan
mencapai 5,8 juta km2 dan dengan kekayaan terkandung di dalamnya yang meliputi
:
1. Kehidupan sekitar 28.000 spesies
flora, 350 spesies fauna dan 110.000 spesies mikroba,
2. 600 spesies terumbu karang dan 40
genera, jauh lebih kaya dibandingkan Laut Merah yang hanya memiliki sekitar 40
spesies dari 7 genera,
3. Sumberdaya yang dapat diperbaharui
(renewable resources), termasuk ikan, udang, moluska, kerang mutiara, kepiting,
rumput laut, mangrove/hutan bakau, hewan karang dan biota laut lainnya,
4. Sumberdaya yang tidak dapat
diperbaharui (non renewable resources), seperti minyak bumi, gas alam, bauksit,
timah, bijih besi, mangan, fosfor dan mineral lainnya,
5. Energi kelautan seperti : Energi
gelombang, pasang surut, angin, dan Ocean Thermal Energy Conversion,
6. Jasa lingkungan (environmental
services) termasuk tempat-tempat yang cocok untuk lokasi pariwisata dan
rekreasi seperti pantai yang indah, perairan berterumbu karang yang kaya ragam
biota karang, media transportasi dan komunikasi, pengatur iklim dan penampung
limbah,
7. Sudah terbangunnya titik-titik dasar
di sepanjang pantai pada posisi terluar dari pulau-pulau terdepan sebagai
titik-titik untuk menarik garis pangkal darimana pengukuran batas laut
berpangkal.
8. Sudah terwujudnya beberapa kesepakatan/pejanjian
batas laut yaitu : dengan India, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina,
Australia dan PNG.
2.2. Kendala Kelautan
Disadari bahwa
penanganan bidang kelautan di Indonesia hingga saat ini masih memprihatinkan,
antara lain.
1. Kehancuran sebagian terumbu karang
yang memilili fungsi ekologi dan ekonomi yang hanya menyisakan sekitar 28%,
rawa pantai dan hutan mangrove (bakau) yang merupakan habitat ikan dan penyekat
abrasi laut, dari 4 (empat) jutaan hektar telah menyusut menjadi 2 (dua) jutaan
hektar,
2. Pencurian ikan oleh orang asing
menunjukkan kerugian sekitar 1/2 (setengah) milyar dollar sampai 4 (empat)
milyar dollar per tahun,
3. Sumberdaya manusia (SDM) di bidang
kelautan yang sangat minim baik di bidang perencanaan, pengelolaan, maupun
hukum dan pengamanan kelautan,
4. Sebagian besar (85%) kapal-kapal
yang beroperasi di perairan Indonesia menggunakan modal asing dan selebihnya
adalah modal nasional. Hal ini juga berdampak pada sekitar 50% pelayaran antar
pulau dikuasai oleh pihak asing,
5. Minimnya jumlah dan kualitas sarana
dan prasarana (kapal, peralatan) menyebabkan seringkali aparat keamanan laut
(Kamla) kita tidak berdaya menghadapi kapal-kapal pencuri ikan, sehingga hanya
sebagian kecil yang dapat ditangkap,
6. Pemanfaatan teknologi maju melalui
pengamatan satelit dalam rangka pengawasan dan pengamanan laut (Waspam) masih
sangat terbatas dan belum terintegrasi secara permanen,
7. Eksplorasi, eksploitasi dan
pembangunan di sepanjang pantai dan perairan telah menyebabkan pencemaran laut
akibat pembuangan limbah dari proses kegiatan tersebut di atas, sehingga telah
mendegradasi habitat pesisir dan laut,
8. Maraknya kasus pembajakan laut
khususnya di Selat Malaka dan alur lintas kepulauan Indonesia (ALKI) telah
menimbulkan konflik yang mengundang intervensi negara maju (USA dan Jepang).
2.3. Permasalahan Batas Laut
Beberapa Jenis Batas Laut dan
Pengaruhnya terhadap Pertahanan Keamanan Negara menurut ketentuan Hukum Laut
Internasional (Hukla 1982), ada enam jenis batas laut, yaitu :
1. Batas Perairan Pedalaman (BPP).
Perairan pedalaman di dalam garis batas yang ditentukan oleh hukum yang berlaku
di situ praktis sama dengan di wilayah darat, dimana NKRI mempunyai kedaulatan
penuh, kapal-kapal asing tidak berhak lewat. Perairan pedalaman tersebut
dibatasi oleh garis penutup (closing lines) sesuai ketentuan Hukla 1982. Namun
sayang Indonesia hingga saat ini belum memanfaatkan haknya untuk menarik
closing lines tersebut.
2. Batas Perairan Nusantara/Kepulauan
(BPN/BPK). Di perairan ini Indonesia mempunyai hak kedaulatan wilayah penuh
tetapi kapal/pelayaran asing masih mempunyai “hak melintas” (innocent passage)
melalui prinsip alur laut kepulauan. Perairan nusantara ini dikelilingi oleh
garis-garis dasar yang lurus (base lines) yang menghubungkan titik-titik
pangkal (base points) dan bagian terdepan pulau-pulau terdepan di seluruh
Indonesia. Base lines yang menghubungkan base points dibuat berdasarkan UU
Nomor 4 Tahun 1960 dan telah didepositkan di PBB. Undang-undang tersebut telah
diperbaharui dengan UU Nomor 6 Tahun 1996 namun isinya justru mencabut base
points dan base lines yang telah ada.
3. Batas Laut Wilayah (BLW). Batas laut
ini ditarik dari base lines sejauh 12 mil, tetapi BLW yang pasti/tegas juga
belum ada, karena BLW tidak dapat ditentukan sepihak. Pada laut wilayah,
Indonesia masih mempunyai hak mengelola dan yurisdiksi kedaulatan wilayah
penuh.
BAB III
ILLEGAL FISHING
3.1. Pengertian Perikanan Ilegal
Perikanan ilegal saat ini telah
menjadi perhatian dunia, termasuk FAO (Food and Agriculture Organization).
Lembaga ini menggunakan beberapa terminologi seperti perikanan illegal
(ilegal), unreported (tidak dilaporkan) dan unregulated (tidak
diatur) atau biasa disingkat dengan IUU fishing. Penjelasan mengenai
ketiga terminologi ini adalah sebagai berikut:
1. Illegal fishing, adalah kegiatan
penangkapan ikan secara ilegal di perairan wilayah atau Zona Ekonomi Eksklusif
(ZEE) suatu Negara. Artinya kegiatan penangkapan yang tidak memiliki izin
melakukan penangkapan ikan dari Negara bersangkutan. Praktek terbesar
dalam IUU fishing, pada dasarnya adalah poaching atau pirate fishing.
Yaitu penangkapan ikan oleh negara lain tanpa izin dari negara yang
bersangkutan, atau dengan kata lain pencurian ikan oleh pihak asing. Keterlibatan
pihak asing dalam pencurian ikan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
- Pencurian semi-legal, yaitu pencurian ikan yang dilakukan oleh kapal asing dengan memanfaatkan surat izin penangkapan legal yang dimiliki oleh pengusaha lokal, dengan menggunakan kapal berbendera lokal atau bendera negara lain. Praktek ini tetap dikategorikan sebagai illegal fishing karena selain menangkap ikan di wilayah perairan yang bukan haknya, pelaku illegal fishing ini tidak jarang juga langsung mengirim hasil tangkapan tanpa melalui proses pendaratan ikan di wilayah yang sah.
- Pencurian murni ilegal, yaitu proses penangkapan ikan di mana kapal asing menggunakan benderanya sendiri untuk menangkap ikan di wilayah negara lain.
2. Unregulated fishing, adalah
kegiatan penangkapan di perairan wilayah atau ZEE suatu Negara yang tidak
mematuhi aturan yang berlaku dinegara tersebut. Tercakup dalam hal ini antara
lain:
- Penggunaan alat tangkap yang merusak seperti trawl, bom, dan bius.
- Pelanggaran wilayah tangkap.
3. Unreported fishing, adalah kegiatan
penangkapan ikan di perairan wilayah atau ZEE suatu negara, yang tidak
dilaporkan baik operasionalnya maupun data kapal dan hasil tangkapannya.
Perikanan yang tidak dilaporkan mencakup:
- Kesalahan dalam pelaporannya (misreported).
- Pelaporan yang tidak semestinya (under reported).
3.2. Situasi Perikanan Nasional
Publikasi FAO tahun 2007
menggambarkan bahwa kondisi sumberdaya ikan di sekitar perairan Indonesia,
terutama di sekitar perairan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik sudah
menujukan kondisi full exploited. Bahkan di perairan Samudera Hindia
kondisinya cenderung mengarah kepada overexploited. Artinya bahwa di kedua
perairan tersebut, sudah tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan ekspansi
penangkapan ikan secara besar-besaran saat ini.
1.
Produksi Perikanan Nasional
Pertumbuhan produksi rata-rata
perikanan tangkap dalam periode tahun 1994-2004 mencapai 3,84 persen per tahun.
Sedangkan produksi perikanan tangkap pada tahun 2004 mencapai 4.311.564 ton.
Apabila pemerintah menargetkan pertumbuhan produksi perikanan tangkap tetap
sebesar 3,84 persen per tahun,
maka produksi perikanan tangkap
nasional tahun 2009 akan mengalami full exploitation diseluruh perairan
Indonesia.
2.
Konsumsi Ikan Nasional
Tingkat konsumsi ikan masyarakat
Indonesia setiap tahunnya terlihat mengalami peningkatan. Secara nasional
tingkat konsumsi ikan nasional pada tahun 2002 baru mencapai sekitar 21
kg/kapita/tahun. Namun demikian tingkat konsumsi ikan nasional tersebut
terlihat masih di atas rata-rata tingkat konsumsi ikan dunia yang baru mencapai
sekitar 16 kg/kapita/tahun. Sementara itu jika dilihat dari perkembangan
tingkat konsumsi ikan nasional berdasarkan jenis ikan yang dikonsumsi
masyarakat, terlihat bahwa sekitar 65,98 persen dari total konsumsi ikan nasional
tahun 2002 didominasi oleh 18 jenis ikan. Yaitu ekor kuning, tuna, tenggiri,
selar, kembung, teri, banding, gabus, kakap, mujair, mas, lele, baronang, udang
segar, cumi-cumi segar, kepiting, kalong dan udang olahan.
3.3. Praktek Perikanan Ilegal
Sampai saat ini, belum ada
perhitungan pasti jumlah ikan yang terangkut dari perairan Indonesia secara
illegal setiap tahunnya. FAO (2001) memperkirakan kerugian Indonesia dari
perikanan ilegal tersebut mencapai sekitar US$ 4 milyar. Menteri Kelautan dan Perikanan
RI, Freddy Numbery, mengakui bahwa akibat aktivitas perikanan ilegal, negara
dirugikan Rp 30 triliyun setiap tahunnya. Perkembangan harga ikan rata-rata
setiap tahunnya berkisar antara US$ 1.000 sampai US$ 2.000 per ton ikan. Dengan
asumsi harga ikan rata-rata sebesar US$
1.000 per ton, diperkirakan jumlah
ikan yang dicuri mencapai sekitar 4 juta ton per tahun. Sementara itu apabila
harga ikan rata-rata diasumsikan sekitar US$
2.000 per ton maka jumlah ikan yang
dicuri tersebut mencapai kisaran 2 juta ton per tahun.
3.4. Modus Operandi
Perikanan ilegal dilakukan
dengan modus operandi tertentu. Biasanya terkait dengan upaya untuk mengelabui
petugas, waktu operasi dan lokasi penangkapan ilegal, serta keterlibatan dengan
oknum aparat. Tentunya, modus ini akan terus berkembang sejalan dengan
perkembangan teknologi dan respon negara terhadap kegiatan perikanan ilegal.
1. Modus Untuk Mengelabui
Kapal ilegal, terutama
kapal asing, menggunakan berbagai modus untuk mengelabui aparat keamanan atau
aparat pemerintah Indonesia. Modus yang sering dilakukan adalah penggandaan
izin, penggunaan bendera Indonesia, mempekerjakan nelayan Indonesia, atau
penggunaan nama kapal berbahasa Indonesia.
2. Waktu Tertentu
Kegiatan penangkapan oleh
kapal ilegal dilakukan pada waktu tertentu, terutama pada saat musim barat.
Kapal ilegal biasanya menggunakan kapal berbobot 30 GT yang mampu memecah
gelombang setinggi 2 meter. Sedangkan kapal patroli biasa akan mengalami
kesulitan mengejar kapal pencuri ikan di saat musim barat.
3. Penyebaran Lokasi
Seperti telah disebutkan di
atas, kapal asing yang illegal selalu beroperasi di wilayah perbatasan dan
perairan internasional, sehingga menyulitkan bagi aparat untuk menangkap kapal
tersebut. Namun ketika tertangkap oleh aparat, kapal ilegal tersebut berdalih
bahwa tidak sengaja melanggar batas teritori Indonesia untuk mengejar ikan
karena tidak memiliki radar dan hanya menggunakan kompas. Hal ini biasanya
menjadi dalih kapal negara-negara tetangga Indonesia, seperti Thailand yang
tertangkap oleh patrol.
4. Kerjasama dengan Aparat
Kejahatan dalam pencurian
ikan sudah merupakan sindikat yang sangat kuat. Keterlibatan sejumlah oknum
aparat sangatlah kuat karena jutaan ton ikan setiap tahunnya dicuri dari
perairan Indonesia, yang dilakukan oleh sekitar 3.000-5.000 kapal nelayan asing
dengan memakai bendera Indonesia.
3.5. Dampak Perikanan
Ilegal
Maraknya perikanan ilegal
di perairan Indonesia berdampak terhadap stok ikan nasional dan global. Hal ini
juga menyebabkan keterpurukan ekonomi nasional dan meningkatnya permasalahan
sosial di masyarakat perikanan Indonesia.
Sedikitnya terdapat sepuluh
masalah pokok dari aktivitas perikanan ilegal yang telah memberi dampak serius
bagi Indonesia. Pertama, perikanan ilegal di perairan Indonesia akan
mengancam kelestarian stok ikan nasional bahkan dunia. Praktek perikanan yang
tidak dilaporkan atau laporannya salah (misreported), atau laporannya di
bawah standar (under reported), dan praktek perikanan yang tidak diatur
(unregulated) akan menimbulkan masalah akurasi data tentang stok ikan yang
tersedia. Jika data stok ikan tidak akurat, hampir dipastikan pengelolaan
perikanan tidak akan tepat dan akan mengancam kelestarian stok ikan nasional
dan global. Hal ini dapat dikategorikan melakukan praktek IUU fishing. Dengan
kata lain, jika pemerintah Indonesia tidak serius untuk mengantisipasi dan
mereduksi kegiatan IUU diperairan Indonesia, maka dengan sendirinya Indonesia
“terkesan” memfasilitasi kegiatan IUU, dan terbuka kemungkinan untuk mendapat
sanksi internasional.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
·
Kesimpulan
Permasalahan terkait dengan IUU baik
itu illegal fishing, ataupun yang sejenisnya merupakan masalah kita bersama. Masalah
tersebut bisa saja teratasi manakala kita bangsa Indonesia khususnya pemerintah
melakukan perbaikan diberbagai bidang kelautan. Misalnya dalam keamanan
kelautan, pengadaan kapal-kapal patroli yang modern ataupun tindakan hukum yang
tegas dan jelas. Supaya kapal-kapal asing yang melakukan illegal fishing
tersebut jera. Akan tetapi hal-hal tersebut tidak akan bisa tercapai jika tidak
ada kerjasama antara kita selaku masyarakat khususnya masyarakat pesisir pantai
(nelayan).
·
Saran
Melihat dari letak geografis Negara
Indonesia yang di hubungkan oleh laut demi laut. Maka keamanan dalam memantau
daerah perbatasan baik itu ZEE maupun BPN merupakan faktor terpenting dalam
menangkal aksi illegal fishing yang banyak dilakukan oleh nelayan asing. Selain
itu pengadaan armada patroli baik berupa kapal patroli atupun satelit pengintai
laut juga tidak kalah penting dan seharusnya Indonesia sudah mempunyai keamanan
ataupun pertahanan laut yang mumpuni, jika melihat letak Negara yang sangat
strategis.
DAFTAR PUSTAKA
Dendasurono, 2002, Pendidikan
Lingkungan Kelautan. Rineka Cipta, Jakarta.
Fauzi, Akhmad, 2005, Kebijakan
Perikanan dan Kelautan. Gramedia, Jakarta.
Subri, Mulyadi, 2004, Ekonomi
Kelautan. Rajagrafindo Persada, Yogyakarta.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1960
Tentang Titik Dasar dan Garis Pangkal, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996
Tentang Pembaharuan Titik Dasar dan Garis Pangkal. Jakarta.
Undang-Undang Nornor 5 Tahun 1983 Tentang
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), Deplu, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985
Tentang Ratiflikasi Konvensi Hukum Laut 1982, Deplu, Jakarta.
WALHI, 2007, Laporan Hasil Survey
Identifikasi Illegal Fishing di Perairan Sulawesi Utara, April 2007.
www.stopiuufishing.com
www.indonesia.go.id
www.pk-sejahtera.org
www.kiara.or.id
No comments:
Post a Comment